Friday, March 12, 2010

::- Oh... MalunyewW Saye...~ -::

.::Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang::.


Daripada Abu Hurairah ra, Rasulullah saw telah bersabda :Iman itu ada dari 70 cabang atau dari 60 cabang. Sebaik-baik ialah kalimah syahadah, dan yang paling rendah ialah membuang halangan di jalan. Malu itu adalah satu cabang daripada iman.

(HR Muslim)

Daripada Abu Mas’ud ra, Rasulullah telah bersabda : Apa yang sampai kepada manusia daripada kata-kata nabi terdahulu ialah :”Jika engkau tidak malu, buatlah apa yang engkau mahu’.

(HR Bukhari)

Daripada Imran Bin Husain ra, Rasulullah saw telah bersabda : “Malu tidak mendatangkan sesuatu kecuali yang baik”.

(HR Bukhari dan Muslim)


Malu….!!? Ape tu….?


Malu merupakan perasaan dalam jiwa yang tidak sanggup membuat sesuatu yang mendatangkan keburukan serta mengelakkan diri daripada terlibat dalam perkara yang mendatangkan keburukan yang tidak baik oleh normal kehidupan.

Pengertian malu menurut bahasa ialah perubahan dan peralihan sikap manusia karena takut atau khawatir terhadap sesuatu perbuatan yang menyebabkan dirinya dicela orang lain. Menurut syara’ yang disebut dengan malu adalah sesuatu yang membangkitkan seseorang untuk menjauhi perbuatan-perbuatan buruk dan mencegah dirinya dari zalim terhadap hak yang menjadi milik orang lain. Orang yang tidak mempunyai rasa malu pasti rendah ahlaknya dan tak mampu mengendalikan hawa nafsunya.


Kenape nak malu-malu pulak…? Ish…~


Jangan tersalah faham pasal malu-malu ni… bukan malu sampai nk belajar pun malu nk tanye or malu nak bercakap perkara yang hak …hehehe

Dalam satu hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud, baginda bersabda:

“Malulah terhadap ALLAH dengan sebenar-benar malu.” Kami bertanya: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami pemalu alhamdulillah.” Sabda Nabi: “Bukan begitu (maksud malu sebenar). Namun malu terhadap Allah dengan sebenar-benar malu ialah: Kamu menjaga kepala dan segala pancainderanya(minda, mata, telinga, hidung dan lidah), perut dan anggotanya (kemaluan, tangan, kaki dan hati). Ingatlah dengan mati dan perkara yang rosak(badan yang hancur dan tulang belulang yang kering). Sesiapa yang inginkan akhirat, tinggkanlah perhiasan dunia. Oleh itu sesiapa yang melakukan perkara tersebut, dia telah malu terhadap ALLAH dengan sebenar-benar malu.”

(HR at-Tirmizi)

Malu dengan padanan kata Haya ini sesungguhnya bersifat mencegah; dan bukan sekedar memperbaiki. Malu model ini adalah malu yang sangat ideal, dan tak banyak orang yang mampu melakukannya. Atas dasar ini, tak heran bila kemudian dalam salah satu hadith dinyatakan bahwa Muhammad saw sangat menganjurkan sifat terpuji ini. Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud ra bahwa beliau berkata, ‘Malulah kepada Allah dengan sebenar-benarnya!’ Para sahabatnya pun lalu berkata, ‘Alhamdulillah, kami sudah memilikinya’. Beliau lalu berkata, ‘Bukan malu yang demikian; namun malu yang bisa menjaga kesedaran di kepala dan keinginan di perut. Ingatlah kematian dan hari akhir. Siapa yang menginginkan akhirat, hendaknya meninggalkan perkara duniawi. Siapa yang telah melakukan hal tersebut, maka sesungguhnya ia telah malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya’.

Sifat malu terbagi menjadi tiga.

1. Malu kepada diri sendiri.
Orang yang mempunyai malu terhadap dirinya sendiri, saat melihat dirinya sangat sedikit sekali amal ibadah dan ketaatannya kepada Allah SWT serta kebaikannya kepada masyarakat di lingkungannya, maka rasa malunya akan mendorongnya untuk meningkatkan amal ibadah dan ketaatan kepada Allah SWT. Orang yang mempunyai rasa malu terhadap dirinya sendiri, saat melihat orang lain lebih berprestasi darinya, dia akan malu, dan dia akan mendorong dirinya untuk menjadi orang yang berprestasi.

2. Malu kepada manusia.
Orang yang merasa malu terhadap manusia akan malu berbuat kejahatan dan maksiat. Dia tidak akan menganiaya dan mengambil hak orang lain. Walaupun malu yang seperti ini bukan didasari kerana Allah SWT melainkan karena dorongan rasa malu terhadap orang lain, tapi insyaAllah orang tersebut mendapat ganjaran dari Allah SWT dari sisi yang lain. Tapi perlu dicatat, orang yang merasa malu kerana dorongan adanya orang lain yang memperhatikan, sementara ketika sendiri dia tidak malu, maka sama ertinya orang itu merendahkan dan tidak menghargai dirinya.

3. Malu kepada Allah SWT.
Malu seperti ini akan menimbulkan kesan yang baik. Orang yang memiliki rasa malu terhadap Allah SWT akan tampak dalam sikap dan tingkah lakunya, kerana ia yakin bahwa Allah SWT senantiasa melihatnya


Malu tu sebagai Fitrah Manusia…?


Sejak kecil, manusia sudah diajarkan untuk memiliki rasa malu kerana itu menjadi fitrah atau orang biasa sebut “Human Nature” . Walaupun ketika dilahirkan seorang anak tidak mengenakan apapun jua; namun selaras dengan perkembangannya, anak mulai dididik untuk rasa malu mempertontonkan tubuhnya di depan banyak orang. Selain itu, anak pun di didik dengan pemahaman malu lainnya, seperti malu untuk berbuat amoral, malu untuk berbuat jahat dan malu lainnya. ,

Seiring dengan berjalannya waktu, sifat malu ini pun mulai menjadi bagian dari kehidupanmanusia. Namun sayangnya, sifat malu ini pun mulai menjadi kekeliruan. Di kala anak diminta untuk boleh menunjukkan kemampuannya, kata malu pun dijadikan alasan. Bahkan lebih parahnya lagi, di kala seseorang merasa haknya diambil paksa oleh orang lain dan seharusnya menjadi kewajibannya untuk mempertahankan miliknya, namun ia bisa dengan mudahnya pasrah dengan –lagi-lagi- malu menjadi alasannya.

Selain itu, masyarakat dunia yang didominasi oleh majoriti kaum muslim memiliki keyakinan bahwa malu adalah bagian dari Iman. Di sisi lain, dalam dunia psikologi, malu yang padanan katanya “shyness” dan “shame” merupakan bentuk dari penyimpangan kepribadian. Pertentangan pemahaman keduanya pun menjadi suatu hal yang menarik terlebih bila selama ini selalu ditanamkan dalam diri, perlunya membudayakan malu. Dari sinilah perlu dikaji lebih dalam lagi akan makna malu itu sendiri; terlebih malu sebagai “human nature” hingga dengan demikian, manusia tidak hanya malu-malu sebarangan.

Malu sebagai "Human Nature" aka Fitrah....~

Sejak awal sejarahnya, manusia telah memiliki kecenderungan untuk malu dikala melakukan kesalahan. Manusia merasa terhina dengan kesalahan yang dilakukannya; terlebih di kala banyak orang mengetahui kesalahannya tersebut. Kecenderungan ini pun akhirnya menetap dalam diri manusia. Namun dalam perkembangannya, segelintir manusia dengan berbagai kepentingan dan ambisinya berupaya menghilangkan rasa malu dalam dirinya, yakni dengan mengubah persepsinya akan konsep benar-salah yang berlaku di masyarakatnya. Konsep benar-salah ini pun dibalikkan arahnya sehingga apa yang dilakukannya seolah sesuatu yang wajar dan alami. Berhasil tidaknya upaya tersebut tergantung dari konsisteniti konsep benar salah yang berlaku di masyarakat. Di kala masyarakat tidak mudah dipengaruhi dan mempertahankan konsep benar salah sesuai dengan jalurnya, maka ketentraman hidup masih bisa dikendalikan melalui penegakan jalur hukum yang ada; namun sebaliknya, di kala masyarakat sangat mudah di pengaruhi, maka nilai yang ada menjadi keliru dan ketenteraman hidup pun hanya menjadi satu fatamorgana belaka.

So, kesimpulannya…kawan-kawan...~

Manusia ni sebenarnya memiliki kecenderungan untuk malu atas kesalahan yang dilakukannya. Namun malu yang ada pun hendaknya lebih diarahkan agar manusia mau menyadari kesalahan dan bertanggung jawab atasnya; bukan malu yang justeru membuatnya pesimistis dalam menghadapi hidup; malu yang membuatnya makin menutup diri dari sekitar bahkan dari dirinya sendiri.

Malu yang sehat, adalah malu yang membuat seseorang mampu mengevaluasi dirinya dengan baik dan melakukan sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya seperti bak kata Uztaz Muchris ketika ceramah beliau di Masjid Nurul Hikmah di Tanjung Duren Selatan, Jakarta Barat yang lepas... yang malu seperti inilah yang hendaknya selalu menjadi tabiat dasar dalam diri manusia. Dengannya, manusia mampu menata perilakunya dengan baik. Dengan rasa malu inlah, peraturan yang dibuat pun tidak akan mudah dilanggar dan kehidupan pun akan berjalan dengan sangat harmoni.

Hilangnya rasa malu dalam diri manusia bererti menghilangkan batasan kebaikan dan keburukan dalam dirinya; dan juga menghilangkan jaminan kedamaian dalam masyarakat. Mereka yang tidak punya rasa malu akan berbuat apapun yang disuka tanpa mempertimbangkan baik buruknya. Sedang sudah menjadi hak bagi setiap manusia untuk dapat hidup dengan penuh kedamaian. Atas dasar inilah difahami bahawa dengan memiliki rasa malu maka sesungguhnya manusia telah menjaga haknya; yakni hak untuk bisa hidup dengan damai.


.::ANNAEM::.
-Malaysia-
~Kuala Besut kat Terengganu~