Wednesday, April 28, 2010

::- Owh.. kikislah kenegatifan anda~ -::

.::Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih, Maha Penyayang::.

---------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------

.::-Kikis sebelum membesar, Cegah sebelum datang-::.

Diri kita diciptakan Allah SWT dengan potensi kebaikan (nurani) dan keburukan (ego). Tugas kita yang kemudian dipandu oleh para nabi dan rasul, al-Quran, as-Sunnah, ulama-ulama, dan para pemimpin yang baik adalah mengoptimalkan potensi kebaikan itu dan meminimalkan potensi keburukan. Memang mengikis kenegatifan bukan perkara mudah. Sulit malah. Ia menyangkut mengenali dan mengendalikan ego yang luar biasa cerdasnya.

Sulit, tapi harus dilakukan. Kenapa ye? Kerana bila tidak, kesulitannya akan makin besar. Dan itu jelas membuat kita makin kecil saja di hadapan kenegatifan itu. Maka akan datang saatnya ketika potensi kebaikan kita sekerat. Maka di saat ini, kenekadan pun terjadi. Kita nekad untuk benar-benar berniat jadi negatif. Bila ini terjadi, perbezaan kita dengan iblis pun setipis hembusan nafas.

Sebelum itu terjadi, mengikis kenegatifan menjadi penting untuk dilakuan terus menerus. Maka lakukan langkah-langkah yang tepat. Maka kenegatifan yang membelenggu kita seperti : malas, menunda, berbohong, merokok, berjudi, minuman keras, dadah, kemarahan, kesedihan berlebihan, kesombongan, dan sebagainya akan terkikis.


Hari itu saya sedang-sedang melayari internet masa searching “how to be a good and successful human” saya tertarik dengan lima langkah dalam hal ini:

1. Niat Teguh

Segala sesuatu dimulai dari niat bukan? Dan segala tindakan letak nilainya ada pada niatnya. Maka niatkanlah untuk terus mengikis kenegatifan diri. Saya buat rumus niat teguh sebagai berikut : Niat X Teguh = Keinginan * Kesiapan untuk Belajar * Kesiapan hadapi masalah apapun.

Rumus niat teguh ini terdiri dari tiga hal tersebut. Dan dihubungkan dengan tanda perkalian, bukan penambahan. Maksudnya ketiga hal itu harus ada. Bila salah satu tak ada (nilainya kosong), kerana rumusnya dikali, maka nilai niatnya otomatik kosong juga.

2. Keputusan Detail dan Jelas

Niat harus ditingkatkan jadi keputusan detail dan jelas. Tanpa ini, niat akan menjadi sekadar omong-omong kosong je. Keputusan detail ini diantaranya:

· Kenegatifan apa yang akan dikikis?

· Akan lakukan perubahan drastis (sekaligus berubah) atau sedikit-sedikit (bertahap)?

· Daftar tindakan detail dan jelas.

· Orang-orang negatif mana yang akan kita tinggalkan?

· Situasi negatif mana yang menunjang terjadinya kenegatifan diri kita?

· Peralatan penunjang kenegatifan mana yang akan kita buang?

· bila semua hal itu akan dilakukan?

3. Melepas Kenikmatan Sekunder ( tak utama)

Kenapa kita melakukan hal-hal negatif sampai hal-hal itu jadi kebiasaan? Kerana kita merasakan adanya kenikmatan. Itulah kenikmatan sekunder. Secara primer kita tahu itu salah dan negatif. Tapi tindakan itu juga berikan kenikmatan. Nah, kerana kenikmatan ini lah maka kita melakukannya. Maka sedari bahwa kenikmatan itu sekunder saja sifatnya. Ertinya, ada kenikmatan primernya. Merokok itu nikmat. Bila niat telah teguh untuk berhenti merokok, maka mulailah tidak menginginkan kenikmatan sekundernya. Inginkan kenikmatan primer berhenti merokok. Rasakan kenikmatan ketika anda berhasil tak tergoda untuk merokok. Wuah, itu nikmat sekali tau… Kenikmatan yang berasal dari rasa kuasa atas diri anda sendiri.

4. Melakukan hal-hal positif

Tidak melakukan hal-hal negatif tidak cukup. Biasanya tidak tahan lama. Maka anda perlu lakukan hal-hal positif. Untuk menggantikan kekosongan yang ditinggalkan oleh hal-hal negatif. Beberapa waktu lalu, saya terlalu banyak tengok TV.... ;P Untuk mengikisnya, saya lakukan langkah-langkahnya. Saya berniat teguh. Saya buat keputusan detail dan jelas. Saya benci kenikmatan sekundernya. Dan saya gantikan waktu tengok TV untuk lakukan hal-hal positif. Seperti membaca, buat nota, ulangkaji dan sebagainya.

Seperti bak kata Dosen saya… Dr Indriani (antara my feveret dosen). Ini berkaitan dengan saraf di otak kita. Sebuah pemutusan hubungan antara sel-sel saraf akan permanen bila dibentuk hubungan baru. Contoh, Perselingkuhan akan benar-benar berakhir, bila selingkuh itu diakhiri dan dibangun hubungan sehat dan penuh cinta dengan pasangan kita. Bila hanya memutus perselingkuhan tanpa membangun hubungan sehat dan penuh cinta, maka akan terbentuk lagi hubungan selingkuh lagi. Apakah dengan selingkuhan yang lama atau dengan yang baru.

5. Lakukan hal-hal Produktif

Langkah ini penting agar perubahan dan kebaikan kita konsisten. Produktif beza dengan positif. Produktif pasti positif. Tapi positif belum tentu produktif. Macam tiap-tiap tengahari pergi makan. Itu positif. Tapi tak produktif. Buat catatan di facebook positif. (err..yeke? ;P) Produktifkah? Pasti...!!! tak produktif juga. Maka prinsip ke lima ini penting. Kemajuan berasal dari kegiatan produktif. Tapi kegiatan produktif tak dapat kita lakukan bila kegiatan positifnya tidak mempunyai matlamat sebenar.

Moral of da story... marilah kita sama-sama kikis sifat dan sikap negatif kita lah ye...

Semoga bermanfaat ye kawan-kawan.… Q(^-^)V



.::ANNAEM::.
-jakartabarat-

Sunday, April 25, 2010

::- Ayah dan Ibu -::



Ayah Dan Ibu

Ayah dan ibu
Itulah permulaan kami
Dapatlah melihat bulan dan
Matahari
Ahai...

Yang dikurniakan dari Ilahi
Ahai...
Ayah dan ibu lah
Mesti dihormati

Ayah dan ibu
Wali dan juga keramat
Pada mereka kita beri hormat
Ahai...
Bagilah tunjuk ajar dan
Nasihat
Supaya hidup
Supaya hidup kita akan selamat

Penyanyi: Sudirman
---------------------------------------------------------------

Kenapekah terasa amat rindu nih... (T_T)
walaupun tak terzahir rindunya... tp hati selalu berbisik...

.::ANNAEM::.
-jakartabarat-

Thursday, April 15, 2010

::- Mmm...Ternyata~ -::

-------------------------------------------------------------------------------
__________________________________________

Ku lihat dia
Pandangan pertama
Ternyata indah
Senyuman liriknya...

Ku ingin dia
Saat pertama
Berjumpa dengannya
Membuat ku gelisah

Waktu berlalu
Hari demi hari
Hatiku dambakannya
Untuk bercinta lagi

Ku lihat dia
Pandangan pertama
Berjumpa dengannya
Membuat ku gelisah

Waktu berlalu
Hari demi hari
Hatiku dambakannya
Untuk bercinta lagi...

(Ternyata - Estrella)

-----------------------------------------------------
____________________________________________

Mmm... ikhlaskah cinta ini...?
atau godaan syaitan dan mainan nafsu semata-mata..... (-_-)

Aku lebih mendambakan "Cinta yang Hakiki"....~

Diriwayatkan daripada Anas ra katanya: Nabi saw bersabda : "Tiga perkara, jika terdapat di dalam diri seseorang maka dengan perkara itulah dia akan memperolehi kemanisan iman : Seseorang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih daripada selain keduanya, mencintai seorang hanya kerana Allah, tidak suka kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya dari kekafiran itu, sebagaimana dia juga tidak suka dicampakkan ke dalam Neraka." [HR Bukhari & Muslim]

Diriwayatkan daripada Nu'man bin Basyir ra katanya : "Rasulullah saw bersabda: Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal berkasih sayang dan saling cinta-mencintai adalah seperti sebatang tubuh. Apabila salah satu anggotanya mengadu kesakitan, maka seluruh anggota tubuh yang lain turut merasa sakit." [HR Bukhari & Muslim]

Dari Anas ra, katanya Nabi saw bersabda : "Tidak (sempurna) iman seseorang kamu sebelum ia lebih mencintai aku daripada mencintai ibu-bapanya, anaknya dan manusia umumnya." [HR Bukhari]

.::ANNAEM::.
-jakartabarat-

Saturday, April 10, 2010

:::- Sehatkah Akal Kite...? -:::



Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih , Maha Penyayang


Sehatkah akal kita atau berakalkah kita atau tidak menggunakan akal atau akal menggunakan dengan sebaik-baiknya? perbezaan kita dengan haiwan adalah Allah mengurniakan akal. Jadi kalau tidak menggunakan akal... adakah...? fikir-fikirkanlah.... mari kita lihat dan renungi...~

Kedudukan Akal Dalam Islam

Akal adalah nikmat besar yang Allah terapkan dalam jasmani manusia. Nikmat or hadiah ini menunjukkan akan kekuasaan Allah yang sangat menakjubkan. (Al-’Aql wa Manzilatuhu fil Islam, hal. 5)

Oleh kerananya, dalam banyak ayat Allah memberi semangat untuk berfikir menggunakan (yakni menggunakan akalnya), di antaranya:

Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami(nya).” (An-Nahl: 12)

Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebagian tanaman-tanaman itu atas sebagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.” (Ar-Ra’d: 4)

Sebaliknya Allah mencela orang yang tidak berakal seperti dalam ayat-Nya:

Dan mereka berkata: ‘Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu), niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala’.” (Al-Mulk: 10)

Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan: “(Maknanya iaitu) tidak berakal dan tidak punya tamyiz (daya pemilah)… Bagaimanapun (hal itu) tidak terpuji dari sisi itu, sehingga tidaklah terdapat dalam kitab Allah SWT serta dalam Sunnah Rasulullah SAW pujian dan sanjungan bagi yang tidak berakal serta tidak punya tamyiz dan ilmu. Bahkan Allah SWT telah memuji amal, akal dan pemahaman bukan hanya dalam satu tempat, serta mencela keadaan yang sebaliknya di beberapa tempat…” (Al-Istiqamah, 2/157)

Kitapun dapat melihat agama Islam dalam ajarannya memberikan beberapa bentuk kemuliaan terhadap akal, seperti:

1. Allah SWT menjadikan akal sebagai tempat bergantungnya hukum sehingga orang yang tidak berakal tidak dibebani hukum. Nabi SAW bersabda:

Pena diangkat dari tiga golongan: orang yang gila yang akalnya tertutup sampai sembuh, orang yang tidur sehingga bangun, dan anak kecil sehingga baligh.” (HR. Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Ad-Daruquthni dari shahabat ‘Ali dan Ibnu ‘Umar, Asy-Syaikh Al-Albani mengatakan: “Shahih” dalam Shahih Jami’, no. 3512)

2. Islam menjadikan akal sebagai salah satu dari lima perkara yang harus dilindungi yaitu: agama, akal, harta, jiwa dan kehormatan. (Al-Islam Dinun Kamil hal. 34-35)

3. Allah SWT mengharamkan khamr untuk menjaga akal. Allah SWT berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Al-Maidah: 90)

Nabi SAW bersabda:

Setiap yang memabukkan itu haram.” (Muttafaqun ‘alaihi dari Abu Musa Al-Asy‘ari)

Asy-Syinqithi rahimahullah mengatakan: “Dalam rangka menjaga akal maka wajib ditegakkan had bagi peminum khamr.” (Al-Islam Dinun Kamil, hal. 34-35)

4. Tegaknya dakwah kepada keimanan berdasarkan kepuasan (kemantapan) akal. Ertinya, keimanan tidak bererti mematikan akal, bahkan Islam menyuruh akal untuk beramal pada bidangnya sehingga mendukung kekuatan iman dan tidak ada ajaran manapun yang memuliakan akal sebagaimana Islam memuliakannya, tidak mengurangkan dan tidak pula berlebihan. Sedangkan yang dilakukan para pengkultus akal yang mereka beritikad memuliakan akal, pada hakikatnya mereka jesteru menghinakan akal serta menyeksanya kerana mambebani akal dengan sesuatu yang tidak mampu.

Walaupun akal dimuliakan tapi kita menyedari bahawa akal adalah sesuatu yang berada dalam jasmani makhluk. Maka ia sebagaimana makhluk yang lain, memiliki sifat lemah dan keterbatasan.

As-Safarini rahimahullah berkata: “Allah SWT menciptakan akal dan memberinya kekuatan adalah untuk berfikir dan Allah SWT menjadikan padanya batas yang ia harus berhenti padanya dari sisi berfikirnya bukan dari sisi ia menerima kurniai Ilahi. Jika akal menggunakan daya fikirnya pada lingkup dan batasnya serta memaksimakan pengkajiannya, ia akan tepat (menentukan) dengan izin Allah. Tetapi jika ia menggunakan akalnya di luar lingkup dan batasnya yang Allah SWT telah tetapkan maka ia akan membabi buta…” (Lawami’ul Anwar Al-Bahiyyah, hal. 1105)

Untuk itu kita perlu mengetahui di mana sesungguhnya bidangnya akal. Intinya bahawa akal tidak mampu menjangkau perkara-perkara ghaib di balik alam nyata yang kita saksikan ini, seperti pengetahuan tentang Allah SWT dan sifat-sifat-Nya, arwah, surga dan neraka yang semua itu hanya dapat diketahui melalui wahyu.

Nabi SAW bersabda:

Berfikirlah pada makhluk-makhluk Allah dan jangan berfikir pada Dzat Allah.” (HR. Ath-Thabrani, Al-Lalikai dan Al-Baihaqi dari Ibnu ‘Umar, lihat Ash-Shahihah no. 1788 dan Asy-Syaikh Al-Albani menghasankannya)

Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: ‘Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit’.” (Al-Isra: 85)

Oleh kerananya, akal diperintahkan untuk pasrah dan mengamalkan perintah syariat meskipun ia tidak mengetahui hikmah di balik perintah itu. Kerana, tidak semua hikmah dan sebab di balik hukum syariat dapat manusia ketahui. Yang terjadi, oleh itu terlalu banyak hal yang tidak manusia ketahui sehingga akal wajib tunduk kepada syariat.

Diumpamakan oleh para ulama bahawa kedudukan antara akal dengan syariat bagaikan kedudukan seorang awam dengan seorang mujtahid. Ketika ada seseorang yang ingin meminta fatwa dan tidak tahu mujtahid yang berfatwa (tidak tahu harus ke mana minta fatwa), maka orang awam itu pun menunjukkannya kepada mujtahid. Setelah mendapat fatwa, terjadi perbezaan pendapat antara mujtahid yang berfatwa dengan orang awam yang tadi menunjuki orang tersebut. Tentunya bagi yang meminta fatwa harus mengambil pendapat sang mujtahid yang berfatwa dan tidak mengambil pendapat orang awam tersebut karena orang awam itu telah mengakui keilmuan sang mujtahid dan bahwa dia (mujtahid) lebih tahu (lebih berilmu). (Lihat Syarh Aqidah Ath-Thahawiyah hal. 201)

Al-Imam Az-Zuhri t mengatakan: “Risalah datang dari Allah, kewajiban Rasul menyampaikan dan kewajiban kita menerima.” (Syarh Al-’Aqidah Ath-Thahawiyah hal. 201)

Orang yang menggunakan akal tidak pada tempatnya, bererti ia telah menyalahgunakan dan melakukan kezaliman terhadap akalnya. Sesungguhnya madzhab falsafah dan ahli kalam yang ingin memuliakan akal dan mengangkatnya –demikian perkataan mereka– belum dan sama sekali tidak akan mencapai sepersepuluh dari sepersepuluh apa yang telah dicapai Islam dalam memuliakan akal -ini jika kita tidak mengatakan mereka telah berbuat jahat dengan sejahat-jahatnya terhadap akal. Di mana ia memaksakan akal masuk ke tempat yang tidak mungkin mendapatkan jalan ke sana. (Minhajul Istidlal, dinukil dari Al-’Aqlaniyyun hal. 21)

Akal yang terpuji dan akal yang tercela

Berdasarkan penjelasan yang telah lalu, dapat disimpulkan bahawa penggunaan akal terkadang terpuji, iaitu ketika pada tempatnya. Dan terkadang tercela iaitu ketika bukan pada tempatnya. Adapun pendapat akal yang terpuji, secara ringkas adalah yang sesuai dengan syariat dengan tetap mengutamakan dalil syariat. Sedang akal yang tercela adalah sebagaimana disimpulkan Ibnul Qayyim yang menyebutkan bahwa pendapat akal yang tercela itu ada beberapa macam:

1. Pendapat akal yang menyelisihi nash Al Qur’an atau As Sunnah.

2. Berbicara masalah agama dengan prasangka dan perkiraan yang dibnyakkan dengan sikap mengurangi mempelajari nas-nas, memahaminya serta mengambil hukum darinya.

3. Pendapat akal yang berakibat menolak asma , sifat-sifat dan perbuatan-Nya dengan teori atau qiyas (analogi) yang batil yang dibuat oleh para pengikut falsafah.

4. Pendapat yang mengakibatkan tumbuhnya bid’ah dan matinya As Sunnah.

5. Berbicara dalam hukum-hukum syariat sekedar dengan anggapan baik (dari dirinya) dan prasangka. (Lihat I’lam Muwaqqi’in, 1/104-106, Al-Intishar, hal. 21, 24, Al-’Aql wa Manzilatuhu)

Jadi, manakala kita mengambil sebuah kesimpulan dengan akal kita, kemudian ternyata hasilnya adalah salah satu dari lima yang tersebut di atas maka yakinlah bahawa itu pendapat yang tercela dan salah. Ia harus ditinggalkan dan menundukkan akal di hadapan kepada syariat.

Akal yang sehat tidak akan menyelisihi syariat

Disebutkan dalam kaedah ahlul kalam ringkasnya bahwa tatkala bertentangan antara akal dan wahyu maka mesti dikedepankan akal. (Asasuttaqdis, hal. 172-173)

Dengan prinsip ini, mereka menolak sekian banyak nas yang sahih dulu maupun sekarang. Tentu kita tahu bahwa pendapat mereka adalah salah dan sangat berbahaya. Untuk mengetahui bathilnya pendapat mereka dengan singkat dan mudah cukup dengan kita merujuk kepada lima hal yang disebutkan Ibnul Qayyim di atas.

Lebih terperinci para ulama seperti Ibnu Taimiyyah menjelaskan: Sesuatu yang diketahui dengan jelas oleh akal, sulit dibayangkan akan bertentangan dengan syariat sama sekali. Bahkan dalil naqli yang sahih tidak akan bertentangan dengan akal yang lurus, sama sekali. Saya telah memperhatikan hal itu pada kebanyakan hal yang diperselisihkan oleh manusia. Saya dapati, sesuatu yang menyelisihi nas yang sahih dan jelas adalah syubhat yang rosak dan diketahui kebatilannya dengan akal. Bahkan diketahui dengan akal kebenaran kebalikan dari hal tersebut yang sesuai dengan syariat. Kita tahu bahawa para Rasul tidak memberikan kabar dengan sesuatu yang mustahil menurut akal tapi (terkadang) mengabarkan sesuatu yang membuat akal terkesima. Para Rasul itu tidak mengabarkan sesuatu yang diketahui oleh akal sebagai sesuatu yang tidak benar namun (terkadang) akal tidak mampu untuk menjangkaunya.

Kerana itu wajib bagi orang-orang Mu’tazilah yang menjadikan akal mereka sebagai hakim terhadap nas-nas wahyu, demikian pula bagi mereka yang berjalan di atas jalan mereka serta meniti jejak mereka agar mengetahui bahawa tidak terdapat satu hadits pun di muka bumi yang bertentangan dengan akal kecuali hadits itu lemah atau palsu. Wajib bagi mereka untuk menyelisihi kaedah kelompok Mu’tazilah, bila terjadi pertentangan antara akal dan syariat menurut mereka maka wajib untuk mengedepankan syariat. Kerana akal telah membenarkan syariat dalam segala apa yang ia kabarkan sedang syariat tidak membenarkan segala apa yang dikabarkan oleh akal. Demikian pula kebenaran syariat tidak tergantung dengan semua yang dikabarkan oleh akal.” (Dar’u Ta’arrudhil ‘Aql wan Naql, 1/155, 138)

Ketika dalil bertentangan dengan akal

Sesungguhnya pertentangan akal dengan syariat takkan terjadi manakala dalilnya sahih dan akalnya sehat. Namun terkadang muncul ketidak secocokan akal dengan dalil walaupun dalilnya sahih. Kalau terjadi hal demikian maka jangan salahkan dalil, namun curigailah akal. Di mana boleh jadi akal tidak memahami maksud dari dalil tersebut atau akal itu tidak mampu memahami masalah yang sedang dibahas dengan benar. Sedangkan dalil, maka pasti benarnya.

Hal ini berangkat dari ajaran Al-Quran dan As-Sunnah yang mengharuskan kita untuk selalu kembali kepada dalil. Demikian pula anjuran para Sahabat yang berpengalaman dengan Nabi SAW dan mengalami kejadian turunnya wahyu. Seperti dikatakan oleh ‘Umar bin Al-Khaththab: “Wahai manusia, curigailah akal kalian terhadap agama ini.” (Riwayat Ath-Thabrani, lihat Marwiyyat Ghazwah Al-Hudaibiyyah, hal. 177, 301)

Beliau mengatakan demikian kerana pernah membantah keputusan Nabi SAW dengan pendapatnya, walaupun pada akhirnya tunduk. Beliau pada akhirnya melihat ternyata maslahat dari keputusan Nabi SAW begitu besar dan tidak terjangkau oleh fikirannya.

Oleh kerananya, Ibnul Qayyim mengatakan: “Jika dalil naqli bertentangan dengan akal, maka yang diambil adalah dalil naqli yang sahih dan akal itu dibuang dan ditaruh di bawah kaki, tempatkan di mana Allah meletakkannya dan menempatkan para pemiliknya.” (Mukhtashar As-Shawa’iq, hal. 82-83 dinukil dari Mauqif Al-Madrasah Al-‘Aqliyyah, 1/61-63)

Abul Muzhaffar As-Sam’ani ketika menerangkan Aqidah Ahlus Sunnah berkata: “Adapun para pengikut kebenaran mereka menjadikan Kitab dan Sunnah sebagai anutan mereka dan mencari agama dari keduanya. Apa yang terdetik dalam akal dan benak, mereka hadapkan kepada Kitab dan Sunnah. Kalau mereka dapati sesuai dengan keduanya, mereka terima dan bersyukur kepada Allah di mana Allah perlihatkan hal itu dan memberi mereka taufik-Nya. Tapi jika tidak sesuai dengan keduanya, maka mereka meninggalkannya dan mengambil Al Kitab dan As Sunnah kemudian menuduh salah terhadap akal mereka. Kerana sesungguhnya keduanya (Al Kitab dan As Sunnah) tidak akan menunjukkan kecuali kepada yang hak sedang pendapat manusia kadang benar kadang salah.” (Al-Intishar li Ahlil Hadits hal. 99)

Bila akal didahulukan

Jika akal didahulukan maka akan tergelincir pada sekian banyak bahaya:

1. Menyerupai Iblis semoga Allah melaknatinya ketika diperintahkan untuk sujud kepada Nabi Adam AS, kemudian ia membangkang dan menentang dengan akalnya.

Allah berfirman: ‘Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?’ Iblis menjawab: ‘Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah’.” (Al-A’raf: 12)

. Mereka katakan: Menyerupai orang kafir yang menolak keputusan Allah dengan akal mereka, seperti penentangan mereka terhadap kenabian Nabi Muhammad

Dan mereka berkata: ‘Mengapa Al Qur’an ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Makkah dan Thaif) ini?’.” (Az-Zukhruf: 31)

3. Tidak mengambil faedah dari Rasul sedikitpun kerana mereka tidak merujuk kepadanya pada perkara-perkara ketuhanan. Sehingga adanya Rasul menurut mereka seperti tidak ada. Keadaan mereka bahkan lebih buruk kerana mereka tidak mengambil manfaat sedikitpun jesteru perlu untuk menolaknya.

4. Mengikuti hawa nafsu dan keinginan jiwa. Allah berfirman:

Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Al-Qashash: 50)

5. Menyebabkan kerosakan di muka bumi, sebagaimana perkataan Ibnul Qayyim.

6. Berkata dengan mengatas namakan Allah dan Rasul-Nya tanpa ilmu.

Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk dan tanpa kitab (wahyu) yang bercahaya.” (Al-Hajj: 3)

Ini termasuk larangan terbesar.

Katakanlah: ‘Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui’.” (Al-A’raf: 33)

7. Menyebabkan perbezaan dan perpecahan pendapat.

8. Terjatuh dalam keraguan dan bimbang. [Al-Mauqih, 1/81-92]

Pantaslah kalau Al-Imam Adz-Dzahabi mengatakan tentang orang-orang yang tetap mengedepankan akalnya: “Jika kamu melihat ahlul kalam ahli bid’ah mengatakan: ‘Tinggalkan kami dari Al Qur’an dan hadits ahad dan tampilkan akal,’ maka ketahuilah bahawa ia adalah Abu Jahal.” (Siyar A’lamin Nubala, 4/472)

So the moral of the story yang dapat disimpulkan…

Kadang kala suatu ilmu itu tidak dapat dijangkau oleh akal seperti Dzat Allah, syurga, neraka dan perkara-perkara ghaib. Memikirkan hal seperti ini mendatangkan syirik ‘for example’ menyamakan Allah dengan sesuatu mahluk macam rupa, bentuk dan lain-lain. Tetapi yang penting, sesuatu akal yang sehat pasti tidak akan menyelisihi Nas Al Qur’an dan As-Sunnah… =)


Rujukan dari Al Ustadz Qomar Suaidi Lc, Judul: Kedudukan Akal Dalam Islam

.::ANNAEM::.

-jakartabarat-

Friday, April 9, 2010

::- Risalah Terakhir -::



Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih, Maha Penyayang

Siapakah nabi dan siapakah rasul...?

mari kita lihat ciri-ciri dan perbezaan mereka….

Rasul adalah seorang lelaki yang mendapatkan wahyu dari Allah SWT dan memiliki kewajiban untuk menyebar luaskan wahyu tersebut.

Nabi adalah seseorang lelaki yang mendapat wahyu dari Allah SWT namun tidak wajib disebarkan kepada orang lain.

Nabi dan rasul dalam ajaran islam wajib kita percayai kerana terdapat pada rukun iman yang ke-4. Nabi serta rasul dalam menyampaikan dan menerima wahyu dari Allah SWT selalu dijaga dari perbuatan dosa dan salah yang disebut dengan ma'sum.

Nabi dan rasul sebelum diangkat menjadi nabi memiliki ciri-ciri kenabian / nubuwwah yang disebut juga dengan irhash. Contohnya, Nabi Muhammad SAW sejak kecil terkenal dengan akhlak yang mulia dengan sebutan Al-Amin.

Sifat-sifat para nabi dan rasul Allah SWT :

1. Siddiq
Siddiq berarti benar dan perkataan dan perbuatan. Jadi mustahil jika seorang nabi dan rasul adalah seorang pembohong yang suka berbohong.

2. Amanah
Amanah artinya terpercaya atau dapat dipercaya. Jadi mustahil jika seorang nabi dan rasul adalah seorang pengkhianat yang suka khianat.

3. Fathonah
Fathonah adalah cerdas, pandai atau pintar. Jadi mustahil jika seorang nabi dan rasul adalah seorang yang bodoh dan tidak mengerti apa-apa.

4. Tabligh
Tabligh adalah menyampaikan wahyu atau risalah dari Allah SWT kepada orang lain. Jadi mustahil jika seorang nabi dan raosul menyembunyikan dan merahasiakan wahyu / risalah Allah SWT.

Ciri Khas Risalah Nabi Muhammad SAW… Risalah Terakhir

Ada beberapa kriteria dan ciri khas risalah Muhammad SAW, yang membezakan dari risalah sebelumnya…

1. Penutup seluruh Risalah sebelumnya (33:40)

2. Mengajak untuk beriman kepada risalah yang dibawa nabi-bani sebelumnya (2:136)

3. Universal iaitu untuk seluruh ummat manusia (21:107)/(34:28)/(7/158)

4. Syamil (lengkap) mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Tidak ada suatu segi dan aspek kehidupan manusia kecuali Islam telah menngatur dan menentukan hukumnya (6:38)/(16:89)

5. Memiliki Cara Berfikir yang objektif. Diantara ciri khas agama Islam, bahawa Islam memiliki cara berfikir objektif dan mengajak serta menganjur ummatnya untuk berfikir (menggunakan akal yang sehat) .

(27:59-66)/(16:3-12)/(21:22)/(4:82)/(52:35)/(67:34)/

(2:170)/(34:46)/(17:36)/(40:81-82)

Ayat Al-Quran di atas membentuk satu cara berfikir yang objektif untuk mencapai haq (kebenaran), cara itu adalah:

1. Meninggalkan taqlid buta dan warisan-warisan yang menyimpang dan tidak ada dasarnya (2:170)

2. Tidak mengikuti suatu pemikiran sebelum teliti kebenarannya dan relevan dengan akal sehat dan lurus, sebab penglihatan, pendengaran dan akal fikiran akan diminta dipertanggungjawapkannya. (17:36)

3. Memperhatikan setiap pekerjaan atau urusan dengan penalaran akal yang sehat serta tidak mengambil sesuatu sikap yang terdorong oleh hawa nafsu. (34:46)

Oleh kerana akal manusia itu terbatas, maka Islam membatasi lapangan berfikir manusia pada:

1. Berfikir dan memperhatikan ayat-ayat Allah yang ada di alam semesta ini, agar kita mengetahui pencipta dan menyerah segalanya urusan kepadanya. (3:190-191)(27:59-64)

2. Berfikir dan memperhatikan ayat-ayat Allah yang ada di ala mini untuk mengetahui Sunnatullah (peraturan Allah) aga dapat dimanfaatkan untuk memakmurkan bumi.

3. Berfikir dan memperhatikan hikmah dari pembentukan syar’ie. (24:61)

4. Mempertahankan sunnatullah yang berlaku dalam kehidupan manusia untuk meluruskan kehidupan masyarakat manusia. (48:23)/(13:11)/(30:41)/(12:16)/(7:96)/(6:44)/(8:25)

5. Memperhatikan perjalanan sejarah dan mengambil pelajaran darinya agar terhindar dari kesalahan-kesalahan dari sejarah itu dari berulang. (3:137)/(22:46)/(40:21)/(6:11)

6. Penuh dengan undang-undang Allah.

Ada 4 udang-undang utama Islam

· Al-Quran Al-Karim

· Al-Hadith Asy-Syarif

· Ijma’

· Qiyas

7. Sesuai dengan fitrah manusia (human nature). (30:30)

8. Mudah kerana Islam tidak membebani manusia sesuatu dilaur kemampuannya (22:78)/(1:185)/(4:28)

9. Contoh dan tauladan Islam yang dibawa.

· Menghidupkan Aqidah Tauhid (16:36)/(21:25)

· Mengakui kemuliaan manusia (17:70)

· Mengakui masyarakat dan keadilan (42:38)/(4:58)

Sumbangan besar Rasulullah SAW

Ada beberapa sumbangan besar yang telah dilakukan oleh Baginda SAW, yang tidak mungkin dilakukan kecuali seorang nabi diantaranya:

1. Memusnahkan seluruh bentuk penyembahan berhala dan menggantinya dengan iman kepada Allah SWT yang Maha Esa.

2. Memusnahkan kebiasaan (tabiat/adat) buruk jahiliyah dan menggantinya dengan akhlaq yang mulia dan budi pekerti yang luhur.

3. Menegakkan diinul Haq dan menyempurnakannya (61-9)/(9:33)

4. Revolusi seluruhnya terhadap hati sanubari, pemikiran , peraturan dan gaya hidup.

5. Mempersatukan bangsa arab dan mendirikan Islam di bawah naungan bendera Al-Quran dan Al-Hadith.


Dari Ceramah Uztaz Dr Muchlis, Masjid Nurul Hikmah Tanjung Duren Selatan

.::ANNAEM::.

-jakartabarat-