.:: DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH, MAHA PENYAYANG ::.
Allah swt berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (Al-Hujurat :12)
Betapa damainya Islam. Sungguh, Islam diturunkan Allah swt untuk menebar damai dan kasih sayang. Kepada siapa pun, termasuk bagi mereka yang belum bersedia memeluk sejuknya sentuhan Islam.
Seorang muslim sejati akan senantiasa mempunyai warna yang sama dengan warna Islam nan sejuk dan damai. Hatinya begitu damai, lembut dan bersih. Tak ada keluh kesah. Tak ada marah, kecuali pada sesuatu yang dibenci Allah. Bahkan, tak secuit prasangka pun yang boleh hinggap. Semuanya terkikis habis dengan lantunan zikir.
Allah swt berfirman dalam surah Ar-Ra’d:28. “(iaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenteram.”
Baginda saw pernah marah dengan seorang sahabat kerana pada sebuah pertempuran, sahabat ini membunuh anggota pasukan kafir yang tiba-tiba mengucapkan dua kalimat syahadat. Sahabat ini beralasan, “Orang kafir itu hanya berpura-pura agar tidak dibunuh.” Dengan tenang, Rasulullah saw meluruskan ucapan sahabat tersebut, sudahkah Anda siasat dengan sebenar-benarnya orang itu dan mendapatkan kenyataan bahwa hatinya memang dusta?
Lahirnya prasangka dalam hati seorang hamba Allah sebenarnya memperlihatkan kelemahan hamba itu sendiri. Kerana racun prasangka boleh merosak fikiran seseorang sehingga tidak mampu berfikir secara objektif, menerima apa adanya. Hati dan fikirannya selalu dibayang-bayangi curiga.
Ada beberapa sebab yang menjadikan seseorang terjebak dalam perangkap prasangka. Sebab yang paling utama ialah lemahnya pendekatan diri kepada Allah. Jauh dekatnya seorang hamba Allah sangat berpengaruh pada sinar dan pantulan hati sang hamba. Senantiasa lah berzikir kerana ia akan membersih noda-noda hitam dalam hati yang mungkin tumbuh. Dan mengilapinya dengan penuh teliti.
Sebaliknya, jika menjauh dari Allah, hati hamba itu akan ditumbuhi karat. Dan bayang-bayang cermin hatinya pun menjadi keruh. Hati seperti ini tak lagi mampu memantulkan cahaya Allah yang telah bersinar ke seluruh alam. Sebaliknya, pantulan hati ini begitu redup. Suram. Bahkan, menakutkan.
Allah Yang telah mengajarkan hamba-hamba-Nya tentang penjagaan hati. “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan supaya mereka jangan seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepada mereka kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Al-Hadid: 16)
Pengalaman masa lalu kadang punya bekas yang begitu kuat. Ia boleh lahir dari pengalaman-pengalaman kehidupan masa kecil. Anak yang dibiasakan hidup tertutup akan cenderung tumbuh sebagai manusia dewasa yang egois. Dan anak yang dibiasakan hidup di bawah tekanan akan tumbuh sebagai manusia dewasa yang mudah putus asa. Begitu pun dengan prasangka. Anak yang hidup dalam bayang-bayang ketidakpercayaan Ibu Bapa akan tumbuh menjadi manusia curiga dan penuh prasangka.
Sedemikian kuatnya pengaruh Ibu Bapa, Rasulullah saw pernah mengatakan, Tiap bayi lahir dalam keadaan suci. Ibu Bapanyalah yang akan membentuk sang bayi, apakah menjadi Islam, yahudi, nasrani, atau majusi.
Adakalanya, pengalaman besar yang buruk mampu melahirkan prasangka yang begitu permanen. Seorang calon pegawai yang pernah ditipu jutaan ringgit akan menyisakan prasangka berkelanjutan. Begitulah seterusnya.
Pengaruh lingkungan juga masalah utama. Tidak boleh dipisahkan lagi, terjadi tarik-menarik pada diri seseorang manusia antara pengaruh pendidikan moral dengan perilaku lingkungan. Lingkungan membentuk seseorang menjadi badan baru yang identik dengan lingkungannya.
Sering terjadi, sebuah lingkungan yang teramat jarang melakukan tegur sapa antara sesama anggota masyarakatnya, akan penuh curiga mencermati orang ramah nan penuh sapa. Sapaan ramah itu justeru pula dibalas dengan curiga. “Jangan-jangan orang ini punya niat busuk,” memang selalu ada pada reaksi masyarakat sekitar kita.
Semua orang berperilaku buruk, kecuali telah terbukti menghasilkan kebaikan. Dan kesalahan ini akan sangat besar jika diberlakukan kepada Yang Maha Pencipta, Maha Pemberi rezeki, dan Maha Penentu takdir. “ dan supaya Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang musyrik laki-laki dan perempuan yang berprasangka buruk terhadap Allah. Mereka mendapat giliran (azab) yang buruk, dan Allah murka kepada mereka dan mengutuk mereka, serta menyediakan neraka jahanam bagi mereka. Dan (neraka Jahanam) itu seburuk-buruk tempat kembali.” (Al-Fath : 6)
Prasangka terhadap Allah tidak tertutup kemungkinan terjadi pada seorang mukmin. Sebuah keputusan yang begitu bijaksana dari Yang Maha Bijaksana boleh disalah ertikan. Kebodohan manusia kerap membuahkan prasangka kepada Yang Maha Bijaksana. Begitulah yang pernah terjadi di masa Rasulullah saw. Kenyataannya, ada sebagian mukmin yang enggan berperang. Mereka menilai bahwa keputusan itu kurang tepat. Karena perang identik dengan kekerasan. Surah Al-Anfal:5 menggambar hal itu, “Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, dan sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman tidak menyukainya.”
Sungguh, kebodohan manusia kerap memerangkap manusia pada prasangka, kepada sesama mukmin atau kepada Allah. Kebodohan seperti itu tak ubahnya seperti anak kecil yang buruk sangka pada ubat. Kerana si anak kecil hanya tahu kalau ubat itu pahit.
Seorang mukmin sejati tak akan pernah lelah merawat hati. Ia senantiasa menyiram tanaman hati itu dengan air rohani yang bermineral tinggi, sentiasa membajanya dengan Zikrullah, menebar pupuk amal yang tak pernah henti dan, juga mencabut segala umput-rumpai prasangka dan dengki.
Seperti itulah seorang mukmin. Hatinya segar dalam zikir, seraya lidahnya memanjatkan doa, “…Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau biarkan kedengkian (bersemi) dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman: Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Al-Hasyr: 10)
Imam Malik meriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahawa Rasulullah saw bersabda, “Jauhilah berprasangka, karena prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta. Janganlah kamu meneliti rahasia orang lain, mencuri dengar, bersaing yang tidak baik, saling mendengki, saling membenci, dan saling membelakangi. Jadilah kalian ini sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud)
Kata-kata Curhat si Naem...
Owh... teman-temanku sekelian... marilah kita jaga apa yang keluar dari mulut dan apa yang terlintas di benak sebaiknya kita imbas kembali, apakah sudah bersih dari persangkaan buruk? Kadang kita memang tidak sedar kerana sudah menjadi kebiasaan.
Semoga Allah selalu melindungi kita dalam naungan hidayah-Nya…
Semoga Allah selalu membimbing kita untuk selalu memperbaiki diri hingga di akhir hayat… Ameen…
Waullahu a’lam...~ Q(^_^)
.::: ANNAEM :::.
-jakarta barat-
-Sabtu, 5.00 pm, 12062010-